Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Negeri Penuh Cermin Retak

Di sebuah negeri yang dipenuhi cermin-cermin retak, rakyatnya hidup dalam paradoks yang tak pernah henti. Setiap langkah, setiap kata, setiap keputusan tampak seperti bayangan yang tak pernah menemukan wujud asli. Di negeri itu, kekayaan alam melimpah ruah, namun rakyatnya banyak yang kelaparan. Kesejahteraan seolah menjadi mitos, dongeng yang diceritakan dari generasi ke generasi tanpa pernah ada yang benar-benar merasakannya.

Negeri Penuh Cermin Retak



Di sebuah kota besar, yang lebih besar daripada mimpi-mimpi penduduknya, hiduplah seorang pria bernama Raka. Ia seorang jurnalis yang rajin, selalu berusaha menggali kebenaran di balik berita-berita yang ditulisnya. Namun, di negeri cermin retak, kebenaran bukanlah hal yang mudah ditemukan. Ia sering merasa seperti berdiri di depan cermin yang memantulkan bayangan dirinya sendiri, tanpa pernah bisa melihat siapa dirinya sebenarnya.

Suatu hari, Raka mendapat tugas untuk meliput sebuah acara peresmian proyek infrastruktur besar yang dihadiri para pejabat tinggi. Proyek itu digadang-gadang sebagai solusi untuk kemacetan yang menggerogoti kota setiap harinya. Namun, saat Raka tiba di lokasi, ia menyadari sesuatu yang janggal. Jalan yang baru saja diresmikan itu ternyata sudah retak dan penuh lubang. Warga yang antusias menyambut proyek itu mulai kecewa dan marah. Mereka merasa dipermainkan, dijanjikan kemajuan namun yang didapat hanyalah kebohongan yang dibalut dalam janji-janji manis.

Raka mengamati wajah para pejabat yang tersenyum lebar saat meresmikan proyek itu. Senyum mereka seolah berkata, "Lihatlah apa yang telah kami capai." Namun, di balik senyum itu, Raka bisa melihat bayangan keraguan dan ketakutan. Mereka tahu, proyek ini hanyalah ilusi, cermin retak yang memantulkan kebohongan mereka sendiri.


Di desa terpencil, jauh dari gemerlap kota, hiduplah seorang ibu bernama Sri. Ia adalah petani yang gigih, setiap hari bekerja di ladang demi menghidupi keluarganya. Namun, hasil panen yang semakin menurun membuatnya harus berjuang lebih keras. Sri sering mendengar berita tentang keberhasilan program pemerintah dalam meningkatkan hasil pertanian. Namun, yang dirasakannya adalah sebaliknya. Pupuk yang mahal dan sulit didapat, harga jual yang rendah, dan cuaca yang tak menentu membuat hidupnya semakin sulit.

Suatu hari, Sri menerima bantuan dari pemerintah berupa benih unggul yang katanya dapat meningkatkan hasil panen. Dengan harapan yang besar, ia menanam benih itu di ladangnya. Namun, saat panen tiba, hasil yang didapat tidak seperti yang dijanjikan. Benih unggul itu ternyata tidak cocok dengan kondisi tanah di desanya. Sri merasa tertipu, harapannya pupus. Ia berdiri di ladangnya yang gersang, seperti berdiri di depan cermin retak yang memantulkan bayangan penderitaannya.


Di sudut lain negeri, di sebuah kampus ternama, seorang mahasiswa bernama Dimas berjuang untuk menyelesaikan pendidikannya. Ia cerdas, penuh semangat, dan memiliki mimpi besar untuk membangun negeri. Namun, biaya kuliah yang tinggi dan sistem pendidikan yang carut-marut membuatnya sering merasa putus asa. Dimas melihat banyak temannya yang memilih berhenti kuliah karena tidak mampu membayar biaya yang terus meningkat.

Pada suatu hari, Dimas mengikuti seminar yang diadakan oleh kampusnya. Tema seminar itu adalah "Membangun Generasi Emas Indonesia". Di atas panggung, seorang pejabat pendidikan berpidato dengan penuh semangat, menggambarkan masa depan cerah yang menanti generasi muda. Namun, Dimas merasa pidato itu seperti omong kosong. Ia tahu, di balik kata-kata indah itu, ada realita pahit yang harus dihadapi oleh para mahasiswa setiap harinya. Mereka harus berjuang bukan hanya untuk belajar, tetapi juga untuk bertahan hidup.

Dimas merasakan kekosongan yang mendalam. Ia melihat cermin retak di sekelilingnya, memantulkan bayangan mimpi-mimpi yang tak kunjung terwujud. Ia tahu, generasi emas yang dijanjikan itu mungkin hanyalah ilusi, bayangan dari cermin yang retak.


Di tengah semua paradoks itu, rakyat negeri cermin retak terus berjuang. Mereka tahu, hidup mereka penuh dengan ketidakpastian dan kebohongan. Namun, mereka tidak pernah berhenti berharap. Mereka percaya, suatu hari nanti, cermin-cermin itu akan kembali utuh, memantulkan wajah-wajah mereka yang sebenarnya. Wajah yang penuh dengan harapan, keberanian, dan kejujuran.

Di negeri cermin retak, kebenaran mungkin sulit ditemukan, namun tidak mustahil. Seperti Raka yang terus mencari kebenaran di balik berita-beritanya, Sri yang tetap gigih meski dikecewakan, dan Dimas yang tetap bermimpi meski dihadapkan pada realita pahit. Mereka adalah cermin-cermin yang masih utuh, memantulkan cahaya harapan di tengah retaknya negeri.



NYASTRA
NYASTRA Penjelajah sastra dunia

Post a Comment for "Negeri Penuh Cermin Retak"